Pemanfaatan
Facebook Sebagai Alat Enkulturasi
Budaya Diskusi dan Literasi dalam Pembelajaran Siswa Sekolah Dasar
Oleh Hafni Resa Az-Zahra
Facebook merupakan
sebuah media sosial yang booming di kalangan
masyarakat Indoesia sekitar tahun 2008 yang diciptakan oleh Mark Zuckerberg,
seorang pemuda asal Universitas Harvard Amerika.
Jika dikaji dari asal
mula katanya, face berati wajah atau
sampul atau halaman muka, dan book
berarti buku. Maka facebook dapat
didefinisikan sebagai halaman yang dapat mencerminkan sebuah isi yang tidak
lain adalah buku itu sendiri. Sementara buku yang dimaksud adalah pribadi
seseorang sehingga facebook
diharapkan dapat mencerminkan karakter, pemikiran, atau kegiatan seseorang.
Facebook memfasilitasi
para penggunanya dengan beragai fitur yang dapat dijadikan sebagai media
komunikasi, informasi, eksistensi diri, promosi, bahkan hiburan. Sehingga
hal-hal tersebut dapat menjadi motif masyarakat menggunakan facebook. Jika
orang dewasa menggunakan facebook
sebagai media komunikasi, informasi, eksistensi diri, dan promosi, maka
anak-anak menggunakan facebook selain dari untuk alasan yang sama dengan orang
dewasa,
mereka juga menggunakannya untuk bermain game. Pada intinya, facebook menyuguhkan sebuah dunia baru
bagi orang dewasa, remaja, dan anak-anak untuk melakukan segalanya dalam sebuah
media sosial.
Media sosial yang
identik dengan beranda dan statusnya ini banyak sekali diminati oleh semua
lapisan masyarakat. Pengguna facebook
di Indoensia saat ini menurut Anand Tilak, Kepala Facebook Indonesia, dalam
Tempo.co 2014 dikatakan mencapai 69 juta orang.
Jumlah yang sekian banyak itu didominasi oleh remaja dan orang dewasa,
namun ternyata anak-anak usia sekolah dasar juga memiliki jumlah yang lumayan
mencengangkan.
Bagaimana cara
anak-anak mengenal facebook? Itu
beragam tergantung dengan proses sosialisasi yang mereka dapatkan. Hanya memang
mediator yang paling utama adalah teman pergaulan dan lingkungan.
Di dalam proses
sosialisasi dikenal dengan istilah enkulturasi di mana menururt
Koentjaraningrat enkulturasi adalah proses ketika individu mempelajari sesuatu
dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat, sistem norma, dan
peraturan dalam kebudayan di sekitarnya. Maka seorang anak yang bergaul dengan
teman-temannya yang menggunakan facebook, atau di lingkungannya dipenuhi dengan
orang dewasa yang menggunakan facebook,
dia akan melakukan proses enkulturasi dengan cara mengamati apa yang
dilakukan orang-orang di sekitarnya dengan facebook
tersebut, kemudian dia melakukan proses imitasi (meniru tindakan), lalu
tindakan yang dia lakukan diinternalisasi ke dalam kepribadiannya, selanjutnya
melalui proses meniru yang terus menerus itu hal yang dilakukannya menjadi
sebuah pola yang mantap sehingga menjadi sebuah kebiasaan. Dalam hal penggunaan
facebook ini maka kebiasaan yang
lebih dominan adalah kebiasaan update
status yang merupakan representasi dari apa yang dipikirkan, dirasakan, atau
dilakukan oleh mereka yang menggunakan facebook.
Banyak fitur di dalam
facebook yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan misalnya untuk proses pembelajaran.
Dalam hal ini guru dapat membuat grup facebook dengan nama kelas dan sekolah
atau nama lainnya, kemudian siswa yang sudah mempunyai akun facebook
masing-masing bergabung dengan grup tersebut. Grup yang dibuat oleh guru
tersebut dapat digunakan untuk informasi tugas bahkan diskusi terkait studi
kasus. Siswa diminta memberi tanggapan terhadap studi kasus yang diberikan guru
di grup, demikian seterusnya hingga kegiatan tersebut menjadi kebiasaan agar
sejak masih sekolah dasar siswa terbiasa untuk berpikir kritis dan diskusi di
luar pembelajaran.
Selain dari grup di facebook, fitur catatan dalam facebook pun bisa dimanfaatkan untuk
melatih siswa dalam menulis. Misal saja menulis puisi, cerita pendek, pantun,
atau artikel sederhana. Biasanya kegiatan menulis akan menjadi hal yang
monoton, membosankan bagi siswa karena tulisan yang mereka buat harus ditulis tangan
dan dikumpulkan kepada guru tanpa apresiasi dari teman-temannya. Padahal jika
saja tugas menulis itu diinstruksikan guru untuk dikerjakan di catatan
facebook, maka siswa akan merasa tertarik karena yang mereka lakukan adalah hal
yang baru. Tulisan siswa yang dipostingkan ke dalam catatan facebooknya dapat diapresiasi oleh guru
secara langsung dan antar siswa itu sendiri. Mereka bisa saling memberikan
komentar, kritik, saran, atau pujian terhadap tulisan yang mereka buat.
Bagi siswa yang
malu-malu, hal itu bisa diredam dengan pemberian motivasi oleh guru bahwa dia
tidak usah takut karena semua siswa di kelas pun melakukan hal yang sama,
menulis di catatan facebook untuk
diapresiasi oleh teman yang lain. Intinya bangkitkan kepercayaan dirinya dengan
stimulus-stimulus positif. Jika di sisi lain guru melihat ada siswa yang
tulisannya sudah baik, maka beri pula motivasi dan bimbingan kepada siswa
tersebut untuk terus mengembangkan bakatnya dengan terus menulis, terus membuat
karya, hingga mereka matang dalam bakat tersebut. Melalui pengembangan pola
pembelajaran menulis dengan mengintruksikan tugas menulis di catatan facebook untuk materi-materi tertentu,
maka hal itu dapat dijadikan sebagai penilaian portofolio terhadap keseluruhan karya
tulis yang dibuat oleh siswa. Karena untuk ukuran siswa sekolah dasar rasanya
masih terasa sulit untuk mengenalkan blog sebagai wadah bagi tulisan mereka.
Facebook
Sebagai Alat Penilaian Afektif
Sebagaimana telah
disinggung sebelumnya, facebook
sering digunakan sebagai media eksistensi diri di mana seseorang akan
menuliskan apa yang dirasakannya, dikerjakannya, dan dipikirkannya ke dalam
kolom status. Maka dalam hal ini guru bisa membaca kepribadian dan karakter
siswa satu per satu melalui apa yang dituliskan oleh siswanya. Karena memang
kebanyakan tulisan seseorang juga merupakan cerminan dari siapa sebenarnya
orang tersebut. Namun ada hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam hal ini,
yaitu faktor kedekatan dan kenyamanan siswa terhadap gurunya tersebut. Agar
penilaian afektif ini bisa dilakukan, maka guru harus mengupayakan agar
siswanya menganggapnya sebagai teman sehingga apa yang mereka tuliskan dalam
kolom status adalah kejujuran, kebenaran tentang apa yang mereka pikirkan,
rasakan, dan kerjakan, bukan sekedar tulisan pencitraan agar sikap mereka dinilai
baik oleh gurunya.
Kembali kepada proses
enkulturasi, setiap anak akan menginternalisasikan ke dalam dirinya segala perilaku
yang mereka amati sebelumnya, kemudian hasil pengamatan itu mereka tiru.
Setelah meniru mereka akan padukan unsur-unsur yang mereka dapatkan itu ke
dalam karakter dalam dirinya sampai melakukannya berulang-ulang sehingga
perilaku itu menjadi budaya mereka sendiri. Maka untuk hal ini guru bisa
menanamkan enkulturasi yang positif dalam pemanfaatan facebook sebagai bagian dari kemajuan teknologi. Dengan menggunakan
facebook sebagai media pembelajaran dan penilaian afektif bagi guru, maka
diharapkan siswa akan memiliki budaya diskusi dan literasi sejak kecil sehingga
mereka terbiasa menggunakan facebook
khususnya dan teknologi pada umumnya untuk hal-hal yang positif, bukan hanya
sekedar chatting apalagi
disalahgunakan untuk hal-hal yang negatif.