UAS Psikologi Pendidikan Tahun 2012
1.
Anak
yang suka berbicara di depan kelas tanpa malu-malu.
Anak yang suka
berbicara di depan kelas tanpa malu-malu adalah anak yang mempunyai rasa
percaya diri cukup tinggi sehingga anak tersebut menjadi anak yang pemberani.
Dia yakin akan kemampuan yang ada di dalam dirinya sendiri sehingga dia berani
berbicara untuk mengeluarkan pendapatnya di hadapan teman-temannya tanpa rasa
takut. Irons (dalam Munawar 2010) mengatakan bahwa keberanian adalah suatu
tindakan memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting dan mampu menghadapi
segala sesuatu yang dapat menghalanginya karena percaya kebenarannya. Anak yang
suka berbicara di depan kelas tanpa merasa malu bisa mensugesti dirinya dengan
sugesti yang positif sehingga dia mampu memperjuangkan apa yang ingin
dibacarakannya di depan kelas karena dia menganggap apa yang ingin dia
sampaikan adalah hal yang penting terlepas dari nilai kebenaran dari
pembicarannya tersebut. Rasa aktualisasi diri pada tipe anak seperti ini cukup
tinggi sehingga biasanya buah pemikirannya selalu ingin disampaikan kepada
orang lain agar dia mendapat pengakuan dari orang lain akan keberadaannya. Rasa
aktualisasi itulah yang menjadi modal keberaniannya dalam berbicara sehingga
dia mampu menghadapi rintangan yang ada (rasa malu dan takut dalam dirinya).
Hal yang harus
dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan potensinya maka anak ini harus
sering dihadapkan pada pembelajaran dengan tipe diskusi atau debat, agar
kemampuannya dalam berbicara semakin terasah. Namun ketika argumen yang dia
sampaikan kurang valid atau salah maka guru tidak boleh terlalu menyalahkannya
dihadapan banyak orang, melainkan mengkoreksi argumennya dengan hati-hati,
meskipun anak tersebut tahu ketika dia berbicra pasti selalu ada dua
konsekwensi yang akan dihadapinya yaitu pendapatnya disetujui atau mendapat
kritik.
Selain itu
ketika dia ingin mengemukakan pendapatnya dan lebih mendominasi aktif dalam
diskusi, maka guru tidak boleh menolaknya ketika dia sering mengacungkan tangan
karena ingin berbicara. Guru tidak boleh berkata “Kamu jangan
bertanya/berpendapat lagi karena kamu sudah terlalu sering bertanya/mengeluarkan
pendapat!” karena hal tersebut akan menyurutkan antusiasme anak dalam proses
pembelajaran mata pelajaran guru tersebut, bahkan dampak yang lebih besar lagi
anak jadi kurang antusias dalam setiap mata pelajaran karena merasa telah
‘ditolak’ oleh gurunya.
2.
Anak
yang suka mengatur siswa lain untuk melakukan pekerjaan bersama
Tipe
anak seperti ini biasanya merupakan tipe anak yang tidak bertele-tele, selalu
ingin bertindak cepat dalam segala hal, dan tdak bergantung kepada orang lain
artinya dia selalu mengambil keputusan sendiri disaat teman-temannya bingung
untuk memutuskan suatu hal. Berangkat dari karakter-karakter tersebut maka anak
seperti ini senang sekali mengatur teman-temannya karena dia merasa gemas bila
berada dalam sebuah situasi yang mana orang-orang yang terlibat dalam situasi
tersebut terlihat bingung, tak jelas, tidak bisa memutuskan suatu hal, dan
ragu-ragu untuk bertindak. Dari rasa
gemas tersebut maka lahirlah keinginan dalam dirinya untuk melakukan tindakkan
yang nyata dalam mengatasi ketidak jelasan, kegalauan, kebingungan,
keragu-raguan mengambil keputusan, yang terjadi pada orang-orang disekitarnya. Oleh
karena itu potensi yang dimiliki anak seprti ini adalah potensi untuk menjadi
seorang pemimpin, senada dengan definisi kepemimpinan menurut Handoko, T.Hani
(1986) bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk
mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.
Untuk
mengoptimalkan potensi pada anak seperti ini, caranya adalah dengan memberinya
tanggung jawab terhadap suatu hal. Anak seperti ini biasanya akan senang jika
diberi kepercayaan sehingga karena merasa dirinya dipercaya dia akan
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik sebagai seorang pemimpin.
Seperti dalam pembelajaran sering mengadakan pembelajaran kelompok agar dia
mampu membimbing teman-temannya dalam mengambil putusan. Dan di rumah dia
dipercaya untuk membiming adiknya atau memercayaknnya akan sebuah tugas
tertentu. Namun tidak semata-mata anak dilepas, anak harus tetap dipandu dalam
proses pendidikan kepemimpinannya seperti orang tua sebelum memutuskan suatu
hal meminta pendapatnya pada anak. Misalnya ketika orang tua merencanakan untuk
rekreasi keluarga, orang tua meminta pendapat anak tempat rekreasi mana yang
dirasa cocok dan menyenangkan. Dari kebiasaan bermusyawarah itulah anak
terlatih untuk menjadi pemimpin yang demokratis, bukan pemimpin yang otoriter
sehingga dia mampu mengatur teman-temannya tanpa memaksakan kehendak yang
menyebabkan teman-temannya pun senang diatur olehnya.
3.
Anak
yang senang matematika
Anak
yang senang matematika adalah anak yang menyukai tantangan, tidak mudah putus
asa, krritis, analitis, dan biasanya kreatif.
Menurut
Soedjadi (2000) dalam Hasyim, ada dua hal yang menjadi tujuan matematika, yaitu
:
1. Mempersiapkan
siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dan pola pikir dalam kehidupan
dan dunia agar selalu berkembang.
2. Mempersiapkan
siswa menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.
Mengacu pada tujuan di atas, maka anak yang gemar
matematika ini perlu dioptimalkan potensinya dengan sering memberinya
tantangan-tantangan soal yang berupa studi kasus ataupun lebih bagus lagi
dengan menghadapkan anak pada sebuah kasus yang riil. Dengan begitu kegiatan
bernalar anak akan semakin terasah. Anak akan semakin menggunakan daya analitis
kritisnya terhadap segala persoalan yang dia hadapi sehingga dia terbiasa berpikir
untuk mencari berbagai solusi dari setiap permasalahan yang dia hadapi yang
memungkinkan anak tersebut menjadi semakin kreatif.
4.
Anak
yang penyayang terhadap siswa lain
Anak
dengan tipe ini memiliki karakteristik yang peka terhadap kondisi orang-orang
disekitarnya. Kepedulian sosial pada anak tipe ini cukup tinggi sehingga anak
cenderung mempunyi sikap tenggang rasa, toleransi, tolong-menolong kepada
teman-temannya.
Kepedulian
sosial menurut Triatmini (2011) adalah sikap memperhatikan atau menghiraukan
urusan orang lain (sesama anggota masyarakat). Kepedulian yang dimaksud
bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada membantu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi orang lain dengan tujuan kebaikan dan
perdamaian.
Anak
yang mempunyai rasa kepedulian sosial yang tinggi ini hendaknya semakin
dikembangkan dan ditingkatkan kepeduliannya dengan mengajaknya ikut serta melakukan
kgiatan-kegiatan sosial seperti bakti sosial ke panti asuhan, korban bencana
alam, melakukan kerja bakti, dan lain-lain yang berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
5.
Anak
yang rajin dan pantang menyerah
Motivasi
adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi
dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Brliner
(1984:372). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang
menjadi penyebab anak tersebut rajin dan pantang menyerah adalah motivasi
belajar yang tinggi. Selain itu anak memiliki antusias terhadap tugas-tugas
pembelajaran, serta memandang masalah sebagai sebuah tantangan bukan sebuah
beban. Untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak maka anak harus
disertakan dalam kegiatan belajar yang lebih menuntutnya untuk berdaya juang.
Seperti diberikan soal dengan permasalahan-permasalahan yang tidak biasa, yang
menuntutnya untk lebih banyak berpikir menggunakan logikanya untuk pemecahan
suatu masalah. Dengan soal yang cukup menantang itu maka anak akan semakin
tertarik untuk belajar sehingga motivasi belajarnya terpelihara bahkan menjadi
lebih meningkat.
6.
Anak
yang gemar menggambar
Anak
yang gemar menggambar adalah anak yang memiliki bakat seni. Otak kanan anak cenderung lebih dominan pada
anak-anak seni ini. Dari kedelapan jenis kecerdasan yang dimiliki manusia
menurut Gardener (1993) salah satunya adalah kecerdasan visual-spasial, yang
mana kecerdasan ini memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih
mendalam hubungan antara objek dan ruang. Anak seperti ini memiliki kemampuan
misalnya menciptakan imajinasi bentuk tiga dimensi atau dua dimensi seperti
pada pemahat patung atau arsitek.
Upaya untuk mengoptimalkan anak yang memiliki tipe
seperti ini adalah dengan memasukannya ke sanggar seni lukis atau dengan
menyediakan sendiri media-media menggambar dan melukis di rumah agar setiap
kali anak menemukan imajinasinya anak bisa segera menuangkannya ke dalam bentuk
gambar maupun lukisan.
7.
Anak
yang suka memuji orang lain
Anak
yang suka memuji orang lain merupakan tipe anak yang sportif. Anak seperti ini
mengapresiasi secara positif kelebihan yang dimiliki orang lain tanpa ada rasa
iri sama sekali. Anak sepeti ini cukup sadar dengan kekurangan dan kelebihan
dalam dirinya sehingga saat dia merasa orang lain lebih hebat daripada dirinya
dia mengapresiasi kehebatan orang lain tersebut dengan memberinya pujian secara
tulus, sedangkan di sisi lain dia pun terus berusaha memperbaiki kekurangan
yang ada dalam dirinya. Sesuai dengan penggolongan kecerdasan menurut Gardener
(1993) anak seperti ini merupakan anak
yang memiliki kecerdasan Intrapersonal. Kecerdasan Intraprsonal menunjukkan
kemampuan seseorang untuk peka terhadap dirinya sendiri. Ia cenderung mampu
untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya
sendiri.
Untuk
mengoptimalkan anak tipe seperti ini dibutuhkan sebuah kepekaan dari pendidik
itu sendiri. Ketika anak memuji orang lain maka pendidik pun harus peka
terhadap bakat yang dimiliki anak tersebut agar anak terseut merasa mendapat
pengakuan dan penghargaan sehingga dia tidak minder terhadap kelemahannya
sendiri, dengan demikian anak tersebut akan berusaha mengoptimalkan kemampuannya
sendiri sambil berusaha memperbaiki kekurangannya.
8.
Anak
yang sering membagikan uang jajannya pada temannya
Anak
seperti ini adalah anak yang bersifat dermawan. Dia senang berbagi kepada orang
lain. Namun jika setiap kali dia diberi uang jajan yang lebih dia berbagi
dengan temannya sendiri, maka hal itu jangan dibiasakan. Seharusnya sikap anak
yang seperti itu lebih diarahkan kepada peningkatan rasa kepedulian sosialnya,
misalnya orang tua atau guru mengajak anak ikut serta menyumbang dana untuk
korban banjir, longsor, kebakaran, menyumbang ke masjid dan panti asuhan, serta
menyumbang kepada fakir miskin agar kegiatan yang dilakukan anak lebih bernilai
positif. Dari contoh tindakkan dan pembiasaan kegiatan tersebut maka kedepannya
jika anak mempunyai uang lebih, anak akan memanfaatkannya untuk
kegiatan-kegiatan amal dan bakti sosial.
Upaya
lain adalah dengan membisakan anak untuk menabung. Anak diberikan contoh atau
pengalaman yang membuatnya tertarik untuk menabung. Misalnya anak diajak untuk
menyisihkan uang jajannya sehari seribu sampai pada hari kedua puluh uang yang
terkumpul itu cukup untuk membeli mobil-mobilan yang diinginkannya, dari situ
anak akan sadar dan tertarik untuk menabungkan uangnya.
9.
Anak
yang selalu rangking 1
Dimyati
dan Mudjiono (2009) mengatakan bahwa ada tiga komponen utama dalam motivasi
yaitu (i) kebutuhan, (ii) dorongan, dan (iii) tujuan. Anak yang selalu menjadi
juara kelas umumnya mengoptimalkan tiga komponen dalam motivasi tersebut. Namun
di lapangan banyak anak yang menjadi juara kelas hanya sekedar karena dia
pintar. Anak tersebut hanya sekedar menguasai materi pelajaran tanpa ditunjang
dengan kecakapan-kecakapan yang lain. Meskipun misalnya ada yang cakap dalam
bidang-bidang lain tapi tetap saja ada kelemahanya, misalkan dia kurang kritis
dan kreatif serta malu-malu untuk berbicara di depan kelas. Maka upaya yang
harus dilakukan untuk mengoptimalkan anak seperti ini yaitu dengan mengkondisikan lingkungan
pembelajaran yang menuntut anak menjadi lebih kritis dan kreatif. Guru jangan
menjejali anak dengan materi saja namun juga harus menuntut anak untuk berpikir
logis dan realistis dalam menyikapi persoalan yang ada. Misalkan dalam
pembelajaran PKN dengan metode diskusi untuk membahas masalah pemerintahan,
sang juara kelas ini dituntut untuk tampil mengkritisi pemerintahan di
Indonesia dengan bermodalkan pengetahuan yang dimilikinya. Sehingga siswa
rangking satu ini tidak sekedar pintar, namun juga cerdas karena lingkungannya
mendidiknya untuk menjadi seperti demikian.
10. Anak yang suka membaca
Anak
yang suka membaca biasanya menjadi anak yang terlihat selangkah lebih maju
dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Hal tersebut karena anak yang gemar
membaca belajar lebih awal tentang sesuatu daripada teman-temannya. Anak yang
gemar membaca memiliki wawasan yang luas. Selain itu perbendaharaan katanya
juga cukup luas sehingga ketika dia berbicara atau mengemukakan pendapat ada
beberapa kosa kata yang biasanya kurang dimengerti atau terdengar asing di telinga
teman-temannya karena banyak kata-kata ilmiah yang dia gunakan. Selain itu cara
bicara dan menyampaikan pendapat pada anak yang gemar membaca ini cukup baik.
Bahasa yang dia gunakan ketika berbicara cukup komunikatif dan sistematis.
Banyak
orang sepakat bahwa input dari menulis adalah membaca. Seperti yang dikatakan
Abdillah (2012) bahwa kegiatan menulis tidak bisa dipisahkan dari kegiatan
membaca. Tak jarang orang yang gemar membaca pada akhirnya akan tertarik untuk
menulis. Seperti contohnya pada anak yang gemar membaca buku cerita, saking
senangya dia terhadap cerita yang dia baca, dia menjadi tertarik untuk membuat
cerita yang tidak kalah serunya dengan cerita yang dia baca tersebut. Maka
upaya untuk mengoptimalkan anak tipe ini adalah dengan mengajaknya belajar
menulis untuk menuangkan imajinasi, ide-ide, atau pemikirannya kedalam bentuk
tulisan. Setelah anak menghasilkan sebuah karya tulis maka guru harus
memberikan apresiasi yang baik dengan memberi pujian dan saran-saran yang
membangun untuk kemajuan tulisannya.
Analisis Rinci untuk Mengatasi Penyimpangan Beberapa Siswa
1.
Anak
yang Manja
Menurut
Psikolog anak Alzena Masykouri M.Psi, salah satu faktor utama yang membuat anak
menjadi manja adalah lngkungan atau orang yang berada di sekitarnya.
Anak
yang manja cenderung segala kemauannya ingin dituruti dan dilayani oleh
orang-orang disekitarnya terutama orang tuanya. Untuk mengatasi sikap manja
tersebut maka yang harus dilakukan adalah dengan mengabaikannya ketika dia
memperlihatkan sikap manja. Mengabaikan di sini tidak semata-mata mengabaikan,
namun orang tua cenderung harus lebih tegas dan konsisten terhadap sikap
tegasnya itu. Misalnya ketika anak merajuk ingin disuapi makan maka orang tua
mengabaikannya dengan berkata “Makan aja dulu sendiri, ibu sedang sibuk nak!”
sambil ibunya berpura-pura sibuk melakukan pekerjaan rumah.
Selain
itu anak yang manja ini perlu diberikan tanggung jawab agar dia lebih mandiri.
Contohnya seperti anak harus belajar mencuci piring bekas makannya sendiri.
Namun dalam proses memerintahnya orang tua harus cerdik. Orang tua harus
menyuruh dalam bentuk ajakan, bukan perintah. Orang tua juga harus ikut
mendampingi anak, artinya melakukan kegiatan tersebut bersama anak terlebih
dahulu sebelum anak benar-benar terbiasa melakukannya. Baru setelah anak cukup
terbiasa maka orang tua boleh membiarkannya melakukan sendiri.
2.
Anak
yang suka melawan pada orang tua
Anak
yang suka melawan orang tua adalah anak yang keras kepala. Tapi perlawanan yang
dia lakukan bisa saja karena dia merasa dikekang oleh kedua orang tuanya, atau
perlawanan yang dilakukan adalah sebagai bentuk protes terhadap perintah orang
tua karena apa yang diperintahkan orang tua hanyalah tuntutan yang bersifat
monopoli (orang tua menuntut anak untuk melakukan suatu hal sedangkan dia
sendiri tidak mau melakukan apa yang telah dia perintahkan kepada anaknya).
Hampir
sama dengan tulisan dalam sebuah artikel di rumuahbunda.com bahwa sebab-sebab
anak suka melawan dan keras kepala adalah meniru perbuatan orang tua, orang tua
terlalu memanjakannya, tidak adanya ikatan kasih sayang antara orang tua dan
anak, orang tua terlalu membiasakan anak untuk taat pada sesuatu secara
fanatik, dan anak-anak terlalu sering disuruh mengalah tanpa memberi pengertian
yang dapat membuatnya mengerti.
Upaya
untuk mengatasinya yaitu dengan memberikan perintah yang tidak bersifat
memerintah kepada anak. Perintah diinstruksikan dalam bentuk ajakan agar anak
merasa orang tua dalam memberi instruksi itu adalah sebagai temannya, bukan bos
yang suka menyuruh ini itu. Dengan demikian anak akan merasa lebih dihargai.
Selain itu orang tua tidak boleh terlalu mengekang anak, orang tua harus
memberi kelonggaran kepada anak. Misalnya bernegosiasi dengan anak untuk
menentukan waktu bermain yang ideal untuk anak. Lalu orang tua juga tidak boleh
memonopoli perintahnya terhadap anak. Misalnya saja anak disuruh shalat
sedangkan orang tuanya sendiri tidak melaksanakan shalat, tentu saja anak akan
akan memberikan perlawanan sebagai bentuk protesnya.
3.
Anak
yang malas mandi
Anak
yang malas mandi disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah karena anak
takut air dingin, anak malas gosok gigi, anak malas mencuci rambut, atau ada
juga yang malas memakai sabun. Anak yang pergi ke sekolah tanpa mandi pagi
terlebih dahulu tentunya akan berpengaruh pada proses pembelajarannya di mana
anak tersebut kurang nyaman dan kurang fokus saat beajar karena gatal dan
merasa tidak segar. Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasinya yaitu dengan
menyediakan air hangat untuk anak mandi. Lalu ajaklah anak pergi ke minimarket
untuk berbelanja keperluan mandinya sendiri mulai dari sabun, shampo, pasta
gigi, sikat gigi, hingga handkunya sendiri. Biasanya anak akan lebih antusias
jika diajak untuk membeli keperluannya sendiri sehingga dia bisa memilih
alat-alat yang ingin dia gunakan sendiri. Dengan demikian anak pun akan lebih
tertarik untuk mandi karena alat-alat mandi yang digunakannya adalah yang dia
pilih sendiri dan tentunya dia sukai.
4.
Anak
yang cengeng
Anak
yang cengeng adalah salah satu ciri anak manja sehingga sifatnya hampir sama
dengan sifat anak manja. Perbedaannya jika keinginan anak tidak dituruti maka
anak manja akan marah sedangkan anak yang cengeng biasanya akan menangis. Anak
yang cengeng adalah anak yang perasa sehingga bila dibentak sedikit saja dia akan
menagis. Dia juga tidak suka jika disalahkan ketika salah namun bukan berarti
dia tidak mau mengakui bahwa dirinya salah.
Untuk
mengatasinya maka yang harus dilakukan orang tua tidak jauh berbeda dengan anak
manja. Orang tua harus mengabaikan jika anak ini sedang menangis karena
tangisannya akan berhenti dengan sendirinya setelah dia merasa lelah atau
setelah dia sadar bahwa tangisannya itu sia-sia belaka tidak menarik perhatian
orang disekitarnya sama sekali. Anak cengeng ini sebetulnya hanya ingin menarik
simpati dari orang-orang sekitarnya. Seperti apa yang dikatakan oleh Dra. Rose
Mini Adi Prianto, M.Psi., dalam tabloidnova.com bahwa “Anak menjadi cengeng
lantaran ingin mendapatkan perhatian orang tua atau lingkungan sekitarnya”.
Semakin
kecengengan anak ditanggapi, misalnya dengan mengatakan “cup cup cup” ketika
dia menangis, maka semakin kencang tangisan anak tersebut sehingga abaikan saja
karena nanti dia juga bosan sendiri. Jika tangisannya ditanggapi malah justru
secara tidak langsung orang tua mendidiknya menjadi anak yang lemah.
5.
Anak
pembombong (suka jadi badut kelas)
Anak pembombong
adalah anak yang punya selera humor yang tinggi sehingga justru dia malah
membuat dirinya sendiri menjadi bahan tertawaan orang lain. Namun dalam
beberapa kasus anak seperti ini juga adalah anak yang selalu ingin menjadi
objek perhatian. Sehingga agar anak seperti ini tidak melakukan
tindakan-tindakan konyol, seperti nekat membuat dirinya sendiri tampak konyol
dan bodoh dihadapan teman-temannya, yang pada akhirnya dampak jangka panjangnya
membuatnya akan dicemooh/direndahkan oleh teman-temannya, maka ada baiknya anak
seperti ini dimasukkan ke dalam sanggar teater. Di sanggar seperti ini
kemampuan anak dalam bermain peran bisa lebih diasah dan dikembangkan lebih
optimal. Atau kalau tidak anak seperti ini didiamkan saja sampai orang-orang di
kelas bosan melihatnya sehingga dia pun malu jika tidak ada yang menanggapi
aksinya.
6.
Anak
yang sulit meminta maaf
Anak
seperti ini adalah anak egois yang merasa dirinya paling benar. Namun juga ada
pula yang enggan meminta maaf karena malu. Untuk mengatasi hal tersebut orang
tua perlu mendidiknya dengan melakukan hal yang sama. Orang tua berpura-pura
melakukan kesalahan secara disengaja terhadap anak, setelah anak menunjukkan
sikap ketidak enakkannya kepada orang tua karena sikap orang tuanya yang salah
kepadanya maka orang tua bertanya “Tidak enak kan kalau ada orang yang salah
tetapi tidak mau meminta maaf?”. Anak tentunya enjawab “Iya”, nah dari situlah
orang tua mulai memberi petuah kepada anak bahwa ketika seseorang malakukan
kesalahan orang tersebut harus segera meminta maaf karena jika tidak akan
menimbulkan perasaan tidak enak kepada orang yang disakitinya. Itu semacam
sebuah teguran halus untuk anak. Tetapi untuk mengatasi anak yang sulit meminta
maaf karena malu, maka yang harus dilakukan orang tua adalah memberinya contoh
dengan melakukan sebuah kesalahan secara disengaja lalu meminta maaf kepadanya
secara langsung. Dari sana anak akan berpikir kalau orang tuanya saja mau
terbuka mengakui kesalahannya dan meminta maaf, maka mengapa tidak dia pun
bertindak seperti orang tuanya.
7.
Anak
yang suka berbohong
Menurut
Dr. Paul Ekman dalam gen22.net, cara paling mudah untuk mengetahui seseorang
berbohong atau tidak adalah dengan melihat bahasa tubuh orang tersebut. Menurutnya seorang
pembohong memiliki gerakan tubuh yang khas. Menghindari kontak mata dengan korbannya,
menyentuh bagian muka, mata wilayah tenggorokan, leher, menutup mulut,
menggaruk hidung dan bagian belakang telinga. Ketika orang tua menemukan
tanda-tanda tersebut pada anak, maka anak tersebut bisa saja sedang berbohong
kepada orang tua. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi anak seperti ini adalah
dengan memberinya kasih sayang penuh dan orang tua justru harus menunjukkan
sikap percaya kepada anaknya tersebut. Semakin anak tersebut berbohong maka orang
tua semakin harus menunjukkan kasih sayag dan rasa percaya terhadap anaknya.
Tujuannya adalah agar suatu saat anak
menyadari sendiri dan anak merasa malu untuk berbohong kaena dia merasa orang
tuanya sudah benar-benar menyayanginya sehingga dia tidak mau membuat orang
tuanya kecewa. Di samping itu anak harus tetap diberikan konsekuensi atas
kebohongan yang dilakukannya, tetapi tetap orang tua tidak boleh memarahi anak
melainkan memberi masukan-masukan positif pada anak dengan cara yang lembut.
Hal ini sama yang dikemukakan oleh Dr Lee dalam sebuah blog bahwa “Orang tua
yang menemukan anaknya berbohong, tidak boleh memperlakukan anak dengan buruk
atau kasar, tetapi harus dijadikan sebagai momen mendidik”.
8.
Anak
yang suka memakai barang orang lain tanpa permisi
Ini
merupakan tipe anak yang kurang sopan. Hal ini bisa terjadi pada anak yang
cenderung bebas dirumahnya (misalnya pada anak yang orang tuanya sering tidak
di rumah). Umpamanya ketika anak ingin
menggambar tetapi pensilnya hilang di sekolah maka anak menyusup ke kamar
kakaknya untuk membawa pensil milik kakaknya dan menggunakannya. Upaya yang
dilakukan untuk mengatasi hal seperti ini dimulai dari hal yang paling kecil.
Misalnya saja adalah dengan mengajak anak untuk membeli alat tulis
bersama-sama, misalkan membeli dua buah pensil. Satu untuknya dan satu untuk
kita sebagai orang tua/kakaknya. Lalu ajaklah anak untuk menuliskan namanya di
secarik kertas yang nantinya akan ditempelkan pada pensil tersebut. Setelah itu
ajaklah anak menulis bersama-sama dengan pensil masing-masing yang sudah diberi
nama. Dengan begitu anak merasa lebih mempunyai tanggung jawab atas barangnya
sendiri sehingga ketika kita melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan
(memakai barangnya tanpa izin) dia akan merasa tidak enak terhadap hal yang
kita lakukan. Dari ketidak enakan yang dirasakannya itu maka dia akan sadar dan
tidak akan lagi memakai barang orang lain tanpa izin baik itu di rumah maupun
di sekolah.
9.
Anak
yang suka berkelahi di kelas
Anak
yang suka berkelahi di kelas merupakan anak yang destruktif karena membuat suasana
kelas menjadi ribut. Anak seperti ini harus ditanya apa yang menjadi
keinginannya sehingga dia membuat onar di kelas. Untuk beberapa kasus anak
seperti ini harus dihukum agar dia jera, namun yang lebih efektifnya lagi
adalah dengan menyalurkan emosinya ke arah yang lebih positif misalnya dengan
memasukannya ke ekskul bela diri. Di ekskul bela diri tersebut emosi anak bisa
disalurkan dengan tepat serta di ekskul bela diri tentunya diajarkan bahwa bela
diri bukan digunakan untuk bermain-main dengan menghajar orang lain, melainkan
bela diri itu digunakan untuk pertahanan diri. Selain itu anak seperti ini juga
harus mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan bimibngan yang lebih dari orang
tuanya. Karena berdasarkan studi, Gentile dan Bushman dalam Kumkum (2012) mengatakan
ada enam faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi pengganggu atau bullying
terhadap temannya. Keenam faktor tersebut adalah:
1.
Kecenderungan permusuhan
2.
Kurangnya perhatian
3.
Gender sebagai laki-laki
4.
Sejarah kekerasan (pengalaman dikasari
oleh orang tua)
5.
Sjarah perkelahian
6.
Paparan kekerasan dari media
Pada
poin ke enam tersebut sudah seharusnya orang tua mengawasi anaknya ketika
sedang menonton tv karena khawatir anak akan meniru tindakkan yang dilakukan
dari apa yang ditontonnya di televisi.
10. Anak yang pendiam
Anak
yang pendiam bisa jadi adalah anak yang pemalu, anak yang rendah diri, dan anak
yang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya sehingga dia lebih cendrung
menutup dirinya. Anak seperti ini dianalogikan seperti pintu yang hanya akan
bunyi ketika di ketuk. Untuk mengatasi anak yang seperti ini maka upaya yang
harus dilakukan orang tua atau guru yang pertama-tama adalah dengan membangun
kepercayaan dalam dirinya. Seperti apa yang dikatakan Endang dan I Made
(2010;90) dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Masa Kini bahwa salah satu
potensi untuk dapat berinteraksi secara positif dengan lingkungan adalah rasa
diri kompeten atau mampu.
Dalam hal ini pendidik harus membantu dirinya
sadar akan potensi yang dia miliki, setelah itu pendidik harus mengapresiasi
potensinya dengan antusias sehingga dia merasa dia pun memiliki kemampuan
seperti anak-anak lain dan lama kelamaan rasa rendah dirinya itu akan terkikis. Selain itu orang tuanya
juga harus mengajaknya sharing tentang hal-hal yang dialami anak pada hari itu.
Tujuannya adalah agar anak terbiasa bercerita dan mengeluarkan pendapatnya.
Terkadang untuk terbuka kepada orang tuanya anak akan sulit, maka dari itu
orang tuanyalah yang harus berinisiatif mengajak anaknya sharing.
Alasan paling rasional,
mengapa calon guru SD perlu mempelajari psikologi pendidikan
Lindgren
(1968) mengatakan bahwa tujuan dari psikologi pendidikan adalah membantu
guru-guru dan calon guru untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik terhadap
pendidikan dan prosesnya. Sehingga dengan psikologi pendidikan diharapkan guru
mampu mengajar anak dengan metode yang tepat, dalam situasi yang tepat, dan
menciptakan suasana belajar yang tepat sesuai dengan perilaku anak didik demi
kamajuan pendidikan itu sendiri.
Pendidik
akan lebih terbuka terhadap perbedaan individu setelah mengatahui psikologi
pendidikan. Pendidik akan menemukan metode belajar yang efektif sesuai dengan
perilaku belajar masing-masing anak didiknya. Pendidik juga akan mampu
mengevaluasi hasil belajar siswa dengan mengkaji motif dibalik prestasi atau
kurangnya prestasi siswa dalam belajar. Psikologi juga akan mampu meningkatkan
kemampuan pendidik dalam meneliti setiap anak didiknya sehingga pendidik dapat
lebih peka terhadap setiap karakter anak didik, dan dari rasa peka terhadap
karakter-karakter itulah pendidik dapat berpran serta dalam menangani setiap
penyimpangan yang dilakukan anak didik. Semua itu pada akhirnya akan membantu
guru SD dalam proses mengajar dan mendidik agar lebih berhasil serta pendidik pun
dapat memenuhi empat kompetensi guru berkat mempelajari psikologi pendidikan.
Analisis Diri Terkait Kekurangan dan Kelebihan yang Akan mendukung Profesi sebagai Guru SD
Kekurangan
saya adalah sifat moody saya dalam bekerja. Jika mood saya sedang bagus maka
semangat saya cukup menggebu-gebu, namun jika mood saya sedang jelek maka
biasanya hasil pekerjaan saya cukup baik namun tidak maksimal. Saya pun
orangnya mudah panik, sehingga kurang tenang dalam menyikapi suatu masalah.
Upaya yang saya lakukan untuk mengatasi semua itu salah satunya adalah dengan
sering mendengarkan musik klasik. Musik klasik bermanfaat untuk relaksasi dan
kecerdasan otak. Sehingga biasanya ketika mood saya sedang jelek dan merasa
panik saya mendengarkan musik klasik dan memang itu cukup bisa membuat pikiran
saya menjadi lebih tenang dan mood saya menjadi lebih baik kembali.
Kekurangan
saya yang lain adalah saya kurang bisa melucu di depan anak-anak, selain itu
juga saya kurang mahir menggambar. Namun saya yakin, untuk bisa menarik
perhatian anak-anak caranya bukan hanya dengan melucu di depan mereka saja,
sehingga saya lebih berpedoman untuk menjadi diri saya sendiri sebaik-baiknya
dari yang bisa saya berikan kepada orang lain.
Kelebihan
saya adalah saya cukup memiliki rasa percaya diri sehingga saya berani
berbicara dihadapan banyak orang. Saya pun tipe orang yang adaptif, mudah
menyesuaikan diri dengan berbagai tipe orang. Saya tipe orang yang mudah
berkomunikasi. Saya juga orang yang selalu ingin tahu. Hobi saya adalah
mengamati segala hal disekitar saya serta membuat hipotesis dari hasil
pengmatan tersebut, meskipun tidak selalu saya informasikan kepada orang banyak
dalam bentuk tulisan, namun setidaknya saya memberikan informasi bagi diri saya
sendiri. Dari kepekaan dan seringnya saya mengamati, saya pun cukup bisa
membaca karakter orang lain. Banyak karakter teman-teman yang sudah saya baca
dan ketika dikonfirmasikan kepada mereka pernyataan saya tentang karakter
mereka itu cukup akurat, sehingga saya rasa hal itu sangat berguna kedepannya
dalam menunjuang profesi saya sebagai guru SD.
Saya
memang tidak mahir menggambar, namun berkat ketidakmahiran tersebut saya selalu
berpikir untuk mengkongkretkan materi
sehingga anak mudah mengerti. Saya kurang pandai menggambar namun saya
bisa bermain alat musik seperti gitar dan recorder, sehingga suatu saat saya
akan mengajarkan materi pada anak sambil bernyanyi diiringi alat musik. Lalu
karena saya tipe orang yang kurang mahir menggambar maka saya akan mengajak
anak untuk belajar di alam terbuka agar mereka tidak jenuh dan sebagai usaha
mengkonkretkan materi pembelajaran seperti ketika saya akan menjelaskan tentang
hewan saya akan mengajak mereka bermain ke kebun binatang atau belajar di taman
sambil membawa gambar-gambar binatang hasil printan
sambil melakukan games tentang cara binatang tersebut berjalan atau mencari
makan misalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar