Senin, 29 Desember 2014

Analisis Potensi Sikap dan Kecenderungan Anak Beserta Penangananya

Analisis Potensi Sikap dan Kecenderungan Anak Beserta Penanganannya

UAS Psikologi Pendidikan Tahun 2012

1.      Anak yang suka berbicara di depan kelas tanpa malu-malu.
Anak yang suka berbicara di depan kelas tanpa malu-malu adalah anak yang mempunyai rasa percaya diri cukup tinggi sehingga anak tersebut menjadi anak yang pemberani. Dia yakin akan kemampuan yang ada di dalam dirinya sendiri sehingga dia berani berbicara untuk mengeluarkan pendapatnya di hadapan teman-temannya tanpa rasa takut. Irons (dalam Munawar 2010) mengatakan bahwa keberanian adalah suatu tindakan memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting dan mampu menghadapi segala sesuatu yang dapat menghalanginya karena percaya kebenarannya. Anak yang suka berbicara di depan kelas tanpa merasa malu bisa mensugesti dirinya dengan sugesti yang positif sehingga dia mampu memperjuangkan apa yang ingin dibacarakannya di depan kelas karena dia menganggap apa yang ingin dia sampaikan adalah hal yang penting terlepas dari nilai kebenaran dari pembicarannya tersebut. Rasa aktualisasi diri pada tipe anak seperti ini cukup tinggi sehingga biasanya buah pemikirannya selalu ingin disampaikan kepada orang lain agar dia mendapat pengakuan dari orang lain akan keberadaannya. Rasa aktualisasi itulah yang menjadi modal keberaniannya dalam berbicara sehingga dia mampu menghadapi rintangan yang ada (rasa malu dan takut dalam dirinya).
Hal yang harus dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan potensinya maka anak ini harus sering dihadapkan pada pembelajaran dengan tipe diskusi atau debat, agar kemampuannya dalam berbicara semakin terasah. Namun ketika argumen yang dia sampaikan kurang valid atau salah maka guru tidak boleh terlalu menyalahkannya dihadapan banyak orang, melainkan mengkoreksi argumennya dengan hati-hati, meskipun anak tersebut tahu ketika dia berbicra pasti selalu ada dua konsekwensi yang akan dihadapinya yaitu pendapatnya disetujui atau mendapat kritik.
Selain itu ketika dia ingin mengemukakan pendapatnya dan lebih mendominasi aktif dalam diskusi, maka guru tidak boleh menolaknya ketika dia sering mengacungkan tangan karena ingin berbicara. Guru tidak boleh berkata “Kamu jangan bertanya/berpendapat lagi karena kamu sudah terlalu sering bertanya/mengeluarkan pendapat!” karena hal tersebut akan menyurutkan antusiasme anak dalam proses pembelajaran mata pelajaran guru tersebut, bahkan dampak yang lebih besar lagi anak jadi kurang antusias dalam setiap mata pelajaran karena merasa telah ‘ditolak’ oleh gurunya.
2.      Anak yang suka mengatur siswa lain untuk melakukan pekerjaan bersama
Tipe anak seperti ini biasanya merupakan tipe anak yang tidak bertele-tele, selalu ingin bertindak cepat dalam segala hal, dan tdak bergantung kepada orang lain artinya dia selalu mengambil keputusan sendiri disaat teman-temannya bingung untuk memutuskan suatu hal. Berangkat dari karakter-karakter tersebut maka anak seperti ini senang sekali mengatur teman-temannya karena dia merasa gemas bila berada dalam sebuah situasi yang mana orang-orang yang terlibat dalam situasi tersebut terlihat bingung, tak jelas, tidak bisa memutuskan suatu hal, dan ragu-ragu untuk bertindak.  Dari rasa gemas tersebut maka lahirlah keinginan dalam dirinya untuk melakukan tindakkan yang nyata dalam mengatasi ketidak jelasan, kegalauan, kebingungan, keragu-raguan mengambil keputusan, yang terjadi pada orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu potensi yang dimiliki anak seprti ini adalah potensi untuk menjadi seorang pemimpin, senada dengan definisi kepemimpinan menurut Handoko, T.Hani (1986) bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.
Untuk mengoptimalkan potensi pada anak seperti ini, caranya adalah dengan memberinya tanggung jawab terhadap suatu hal. Anak seperti ini biasanya akan senang jika diberi kepercayaan sehingga karena merasa dirinya dipercaya dia akan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik sebagai seorang pemimpin. Seperti dalam pembelajaran sering mengadakan pembelajaran kelompok agar dia mampu membimbing teman-temannya dalam mengambil putusan. Dan di rumah dia dipercaya untuk membiming adiknya atau memercayaknnya akan sebuah tugas tertentu. Namun tidak semata-mata anak dilepas, anak harus tetap dipandu dalam proses pendidikan kepemimpinannya seperti orang tua sebelum memutuskan suatu hal meminta pendapatnya pada anak. Misalnya ketika orang tua merencanakan untuk rekreasi keluarga, orang tua meminta pendapat anak tempat rekreasi mana yang dirasa cocok dan menyenangkan. Dari kebiasaan bermusyawarah itulah anak terlatih untuk menjadi pemimpin yang demokratis, bukan pemimpin yang otoriter sehingga dia mampu mengatur teman-temannya tanpa memaksakan kehendak yang menyebabkan teman-temannya pun senang diatur olehnya.
3.      Anak yang senang matematika
Anak yang senang matematika adalah anak yang menyukai tantangan, tidak mudah putus asa, krritis, analitis, dan biasanya kreatif.
Menurut Soedjadi (2000) dalam Hasyim, ada dua hal yang menjadi tujuan matematika, yaitu :
1.      Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dan pola pikir dalam kehidupan dan dunia agar selalu berkembang.
2.      Mempersiapkan siswa menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.
Mengacu pada tujuan di atas, maka anak yang gemar matematika ini perlu dioptimalkan potensinya dengan sering memberinya tantangan-tantangan soal yang berupa studi kasus ataupun lebih bagus lagi dengan menghadapkan anak pada sebuah kasus yang riil. Dengan begitu kegiatan bernalar anak akan semakin terasah. Anak akan semakin menggunakan daya analitis kritisnya terhadap segala persoalan yang dia hadapi sehingga dia terbiasa berpikir untuk mencari berbagai solusi dari setiap permasalahan yang dia hadapi yang memungkinkan anak tersebut menjadi semakin kreatif.
4.      Anak yang penyayang terhadap siswa lain
Anak dengan tipe ini memiliki karakteristik yang peka terhadap kondisi orang-orang disekitarnya. Kepedulian sosial pada anak tipe ini cukup tinggi sehingga anak cenderung mempunyi sikap tenggang rasa, toleransi, tolong-menolong kepada teman-temannya.
Kepedulian sosial menurut Triatmini (2011) adalah sikap memperhatikan atau menghiraukan urusan orang lain (sesama anggota masyarakat). Kepedulian yang dimaksud bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi orang lain dengan tujuan kebaikan dan perdamaian.
Anak yang mempunyai rasa kepedulian sosial yang tinggi ini hendaknya semakin dikembangkan dan ditingkatkan kepeduliannya dengan mengajaknya ikut serta melakukan kgiatan-kegiatan sosial seperti bakti sosial ke panti asuhan, korban bencana alam, melakukan kerja bakti, dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
5.      Anak yang rajin dan pantang menyerah
Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Brliner (1984:372). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang menjadi penyebab anak tersebut rajin dan pantang menyerah adalah motivasi belajar yang tinggi. Selain itu anak memiliki antusias terhadap tugas-tugas pembelajaran, serta memandang masalah sebagai sebuah tantangan bukan sebuah beban. Untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak maka anak harus disertakan dalam kegiatan belajar yang lebih menuntutnya untuk berdaya juang. Seperti diberikan soal dengan permasalahan-permasalahan yang tidak biasa, yang menuntutnya untk lebih banyak berpikir menggunakan logikanya untuk pemecahan suatu masalah. Dengan soal yang cukup menantang itu maka anak akan semakin tertarik untuk belajar sehingga motivasi belajarnya terpelihara bahkan menjadi lebih meningkat.
6.      Anak yang gemar menggambar
Anak yang gemar menggambar adalah anak yang memiliki bakat seni.  Otak kanan anak cenderung lebih dominan pada anak-anak seni ini. Dari kedelapan jenis kecerdasan yang dimiliki manusia menurut Gardener (1993) salah satunya adalah kecerdasan visual-spasial, yang mana kecerdasan ini memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Anak seperti ini memiliki kemampuan misalnya menciptakan imajinasi bentuk tiga dimensi atau dua dimensi seperti pada pemahat patung atau arsitek.
Upaya  untuk mengoptimalkan anak yang memiliki tipe seperti ini adalah dengan memasukannya ke sanggar seni lukis atau dengan menyediakan sendiri media-media menggambar dan melukis di rumah agar setiap kali anak menemukan imajinasinya anak bisa segera menuangkannya ke dalam bentuk gambar maupun lukisan.
7.      Anak yang suka memuji orang lain
Anak yang suka memuji orang lain merupakan tipe anak yang sportif. Anak seperti ini mengapresiasi secara positif kelebihan yang dimiliki orang lain tanpa ada rasa iri sama sekali. Anak sepeti ini cukup sadar dengan kekurangan dan kelebihan dalam dirinya sehingga saat dia merasa orang lain lebih hebat daripada dirinya dia mengapresiasi kehebatan orang lain tersebut dengan memberinya pujian secara tulus, sedangkan di sisi lain dia pun terus berusaha memperbaiki kekurangan yang ada dalam dirinya. Sesuai dengan penggolongan kecerdasan menurut Gardener (1993) anak seperti ini merupakan anak  yang memiliki kecerdasan Intrapersonal. Kecerdasan Intraprsonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap dirinya sendiri. Ia cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri.
Untuk mengoptimalkan anak tipe seperti ini dibutuhkan sebuah kepekaan dari pendidik itu sendiri. Ketika anak memuji orang lain maka pendidik pun harus peka terhadap bakat yang dimiliki anak tersebut agar anak terseut merasa mendapat pengakuan dan penghargaan sehingga dia tidak minder terhadap kelemahannya sendiri, dengan demikian anak tersebut akan berusaha mengoptimalkan kemampuannya sendiri sambil berusaha memperbaiki kekurangannya.
8.      Anak yang sering membagikan uang jajannya pada temannya
Anak seperti ini adalah anak yang bersifat dermawan. Dia senang berbagi kepada orang lain. Namun jika setiap kali dia diberi uang jajan yang lebih dia berbagi dengan temannya sendiri, maka hal itu jangan dibiasakan. Seharusnya sikap anak yang seperti itu lebih diarahkan kepada peningkatan rasa kepedulian sosialnya, misalnya orang tua atau guru mengajak anak ikut serta menyumbang dana untuk korban banjir, longsor, kebakaran, menyumbang ke masjid dan panti asuhan, serta menyumbang kepada fakir miskin agar kegiatan yang dilakukan anak lebih bernilai positif. Dari contoh tindakkan dan pembiasaan kegiatan tersebut maka kedepannya jika anak mempunyai uang lebih, anak akan memanfaatkannya untuk kegiatan-kegiatan amal dan bakti sosial.
Upaya lain adalah dengan membisakan anak untuk menabung. Anak diberikan contoh atau pengalaman yang membuatnya tertarik untuk menabung. Misalnya anak diajak untuk menyisihkan uang jajannya sehari seribu sampai pada hari kedua puluh uang yang terkumpul itu cukup untuk membeli mobil-mobilan yang diinginkannya, dari situ anak akan sadar dan tertarik untuk menabungkan uangnya.
9.      Anak yang selalu rangking 1
Dimyati dan Mudjiono (2009) mengatakan bahwa ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu (i) kebutuhan, (ii) dorongan, dan (iii) tujuan. Anak yang selalu menjadi juara kelas umumnya mengoptimalkan tiga komponen dalam motivasi tersebut. Namun di lapangan banyak anak yang menjadi juara kelas hanya sekedar karena dia pintar. Anak tersebut hanya sekedar menguasai materi pelajaran tanpa ditunjang dengan kecakapan-kecakapan yang lain. Meskipun misalnya ada yang cakap dalam bidang-bidang lain tapi tetap saja ada kelemahanya, misalkan dia kurang kritis dan kreatif serta malu-malu untuk berbicara di depan kelas. Maka upaya yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan anak seperti ini  yaitu dengan mengkondisikan lingkungan pembelajaran yang menuntut anak menjadi lebih kritis dan kreatif. Guru jangan menjejali anak dengan materi saja namun juga harus menuntut anak untuk berpikir logis dan realistis dalam menyikapi persoalan yang ada. Misalkan dalam pembelajaran PKN dengan metode diskusi untuk membahas masalah pemerintahan, sang juara kelas ini dituntut untuk tampil mengkritisi pemerintahan di Indonesia dengan bermodalkan pengetahuan yang dimilikinya. Sehingga siswa rangking satu ini tidak sekedar pintar, namun juga cerdas karena lingkungannya mendidiknya untuk menjadi seperti demikian.
10.  Anak yang suka membaca
Anak yang suka membaca biasanya menjadi anak yang terlihat selangkah lebih maju dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Hal tersebut karena anak yang gemar membaca belajar lebih awal tentang sesuatu daripada teman-temannya. Anak yang gemar membaca memiliki wawasan yang luas. Selain itu perbendaharaan katanya juga cukup luas sehingga ketika dia berbicara atau mengemukakan pendapat ada beberapa kosa kata yang biasanya kurang dimengerti atau terdengar asing di telinga teman-temannya karena banyak kata-kata ilmiah yang dia gunakan. Selain itu cara bicara dan menyampaikan pendapat pada anak yang gemar membaca ini cukup baik. Bahasa yang dia gunakan ketika berbicara cukup komunikatif dan sistematis.
Banyak orang sepakat bahwa input dari menulis adalah membaca. Seperti yang dikatakan Abdillah (2012) bahwa kegiatan menulis tidak bisa dipisahkan dari kegiatan membaca. Tak jarang orang yang gemar membaca pada akhirnya akan tertarik untuk menulis. Seperti contohnya pada anak yang gemar membaca buku cerita, saking senangya dia terhadap cerita yang dia baca, dia menjadi tertarik untuk membuat cerita yang tidak kalah serunya dengan cerita yang dia baca tersebut. Maka upaya untuk mengoptimalkan anak tipe ini adalah dengan mengajaknya belajar menulis untuk menuangkan imajinasi, ide-ide, atau pemikirannya kedalam bentuk tulisan. Setelah anak menghasilkan sebuah karya tulis maka guru harus memberikan apresiasi yang baik dengan memberi pujian dan saran-saran yang membangun untuk kemajuan tulisannya.
Analisis Rinci untuk Mengatasi Penyimpangan Beberapa Siswa
1.      Anak yang Manja
Menurut Psikolog anak Alzena Masykouri M.Psi, salah satu faktor utama yang membuat anak menjadi manja adalah lngkungan atau orang yang berada di sekitarnya.
Anak yang manja cenderung segala kemauannya ingin dituruti dan dilayani oleh orang-orang disekitarnya terutama orang tuanya. Untuk mengatasi sikap manja tersebut maka yang harus dilakukan adalah dengan mengabaikannya ketika dia memperlihatkan sikap manja. Mengabaikan di sini tidak semata-mata mengabaikan, namun orang tua cenderung harus lebih tegas dan konsisten terhadap sikap tegasnya itu. Misalnya ketika anak merajuk ingin disuapi makan maka orang tua mengabaikannya dengan berkata “Makan aja dulu sendiri, ibu sedang sibuk nak!” sambil ibunya berpura-pura sibuk melakukan pekerjaan rumah.
Selain itu anak yang manja ini perlu diberikan tanggung jawab agar dia lebih mandiri. Contohnya seperti anak harus belajar mencuci piring bekas makannya sendiri. Namun dalam proses memerintahnya orang tua harus cerdik. Orang tua harus menyuruh dalam bentuk ajakan, bukan perintah. Orang tua juga harus ikut mendampingi anak, artinya melakukan kegiatan tersebut bersama anak terlebih dahulu sebelum anak benar-benar terbiasa melakukannya. Baru setelah anak cukup terbiasa maka orang tua boleh membiarkannya melakukan sendiri.
2.      Anak yang suka melawan pada orang tua
Anak yang suka melawan orang tua adalah anak yang keras kepala. Tapi perlawanan yang dia lakukan bisa saja karena dia merasa dikekang oleh kedua orang tuanya, atau perlawanan yang dilakukan adalah sebagai bentuk protes terhadap perintah orang tua karena apa yang diperintahkan orang tua hanyalah tuntutan yang bersifat monopoli (orang tua menuntut anak untuk melakukan suatu hal sedangkan dia sendiri tidak mau melakukan apa yang telah dia perintahkan kepada anaknya).
Hampir sama dengan tulisan dalam sebuah artikel di rumuahbunda.com bahwa sebab-sebab anak suka melawan dan keras kepala adalah meniru perbuatan orang tua, orang tua terlalu memanjakannya, tidak adanya ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak, orang tua terlalu membiasakan anak untuk taat pada sesuatu secara fanatik, dan anak-anak terlalu sering disuruh mengalah tanpa memberi pengertian yang dapat membuatnya mengerti.
Upaya untuk mengatasinya yaitu dengan memberikan perintah yang tidak bersifat memerintah kepada anak. Perintah diinstruksikan dalam bentuk ajakan agar anak merasa orang tua dalam memberi instruksi itu adalah sebagai temannya, bukan bos yang suka menyuruh ini itu. Dengan demikian anak akan merasa lebih dihargai. Selain itu orang tua tidak boleh terlalu mengekang anak, orang tua harus memberi kelonggaran kepada anak. Misalnya bernegosiasi dengan anak untuk menentukan waktu bermain yang ideal untuk anak. Lalu orang tua juga tidak boleh memonopoli perintahnya terhadap anak. Misalnya saja anak disuruh shalat sedangkan orang tuanya sendiri tidak melaksanakan shalat, tentu saja anak akan akan memberikan perlawanan sebagai bentuk protesnya.
3.      Anak yang malas mandi
Anak yang malas mandi disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah karena anak takut air dingin, anak malas gosok gigi, anak malas mencuci rambut, atau ada juga yang malas memakai sabun. Anak yang pergi ke sekolah tanpa mandi pagi terlebih dahulu tentunya akan berpengaruh pada proses pembelajarannya di mana anak tersebut kurang nyaman dan kurang fokus saat beajar karena gatal dan merasa tidak segar. Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasinya yaitu dengan menyediakan air hangat untuk anak mandi. Lalu ajaklah anak pergi ke minimarket untuk berbelanja keperluan mandinya sendiri mulai dari sabun, shampo, pasta gigi, sikat gigi, hingga handkunya sendiri. Biasanya anak akan lebih antusias jika diajak untuk membeli keperluannya sendiri sehingga dia bisa memilih alat-alat yang ingin dia gunakan sendiri. Dengan demikian anak pun akan lebih tertarik untuk mandi karena alat-alat mandi yang digunakannya adalah yang dia pilih sendiri dan tentunya dia sukai.
4.      Anak yang cengeng
Anak yang cengeng adalah salah satu ciri anak manja sehingga sifatnya hampir sama dengan sifat anak manja. Perbedaannya jika keinginan anak tidak dituruti maka anak manja akan marah sedangkan anak yang cengeng biasanya akan menangis. Anak yang cengeng adalah anak yang perasa sehingga bila dibentak sedikit saja dia akan menagis. Dia juga tidak suka jika disalahkan ketika salah namun bukan berarti dia tidak mau mengakui bahwa dirinya salah.
Untuk mengatasinya maka yang harus dilakukan orang tua tidak jauh berbeda dengan anak manja. Orang tua harus mengabaikan jika anak ini sedang menangis karena tangisannya akan berhenti dengan sendirinya setelah dia merasa lelah atau setelah dia sadar bahwa tangisannya itu sia-sia belaka tidak menarik perhatian orang disekitarnya sama sekali. Anak cengeng ini sebetulnya hanya ingin menarik simpati dari orang-orang sekitarnya. Seperti apa yang dikatakan oleh Dra. Rose Mini Adi Prianto, M.Psi., dalam tabloidnova.com bahwa “Anak menjadi cengeng lantaran ingin mendapatkan perhatian orang tua atau lingkungan sekitarnya”.
Semakin kecengengan anak ditanggapi, misalnya dengan mengatakan “cup cup cup” ketika dia menangis, maka semakin kencang tangisan anak tersebut sehingga abaikan saja karena nanti dia juga bosan sendiri. Jika tangisannya ditanggapi malah justru secara tidak langsung orang tua mendidiknya menjadi anak yang lemah.
5.      Anak pembombong (suka jadi badut kelas)
Anak pembombong adalah anak yang punya selera humor yang tinggi sehingga justru dia malah membuat dirinya sendiri menjadi bahan tertawaan orang lain. Namun dalam beberapa kasus anak seperti ini juga adalah anak yang selalu ingin menjadi objek perhatian. Sehingga agar anak seperti ini tidak melakukan tindakan-tindakan konyol, seperti nekat membuat dirinya sendiri tampak konyol dan bodoh dihadapan teman-temannya, yang pada akhirnya dampak jangka panjangnya membuatnya akan dicemooh/direndahkan oleh teman-temannya, maka ada baiknya anak seperti ini dimasukkan ke dalam sanggar teater. Di sanggar seperti ini kemampuan anak dalam bermain peran bisa lebih diasah dan dikembangkan lebih optimal. Atau kalau tidak anak seperti ini didiamkan saja sampai orang-orang di kelas bosan melihatnya sehingga dia pun malu jika tidak ada yang menanggapi aksinya.
6.      Anak yang sulit meminta maaf
Anak seperti ini adalah anak egois yang merasa dirinya paling benar. Namun juga ada pula yang enggan meminta maaf karena malu. Untuk mengatasi hal tersebut orang tua perlu mendidiknya dengan melakukan hal yang sama. Orang tua berpura-pura melakukan kesalahan secara disengaja terhadap anak, setelah anak menunjukkan sikap ketidak enakkannya kepada orang tua karena sikap orang tuanya yang salah kepadanya maka orang tua bertanya “Tidak enak kan kalau ada orang yang salah tetapi tidak mau meminta maaf?”. Anak tentunya enjawab “Iya”, nah dari situlah orang tua mulai memberi petuah kepada anak bahwa ketika seseorang malakukan kesalahan orang tersebut harus segera meminta maaf karena jika tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak kepada orang yang disakitinya. Itu semacam sebuah teguran halus untuk anak. Tetapi untuk mengatasi anak yang sulit meminta maaf karena malu, maka yang harus dilakukan orang tua adalah memberinya contoh dengan melakukan sebuah kesalahan secara disengaja lalu meminta maaf kepadanya secara langsung. Dari sana anak akan berpikir kalau orang tuanya saja mau terbuka mengakui kesalahannya dan meminta maaf, maka mengapa tidak dia pun bertindak seperti orang tuanya.
7.      Anak yang suka berbohong
Menurut Dr. Paul Ekman dalam gen22.net, cara paling mudah untuk mengetahui seseorang berbohong atau tidak adalah dengan melihat bahasa  tubuh orang tersebut. Menurutnya seorang pembohong memiliki gerakan tubuh yang khas. Menghindari kontak mata dengan korbannya, menyentuh bagian muka, mata wilayah tenggorokan, leher, menutup mulut, menggaruk hidung dan bagian belakang telinga. Ketika orang tua menemukan tanda-tanda tersebut pada anak, maka anak tersebut bisa saja sedang berbohong kepada orang tua. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi anak seperti ini adalah dengan memberinya kasih sayang penuh dan orang tua justru harus menunjukkan sikap percaya kepada anaknya tersebut. Semakin anak tersebut berbohong maka orang tua semakin harus menunjukkan kasih sayag dan rasa percaya terhadap anaknya. Tujuannya adalah agar  suatu saat anak menyadari sendiri dan anak merasa malu untuk berbohong kaena dia merasa orang tuanya sudah benar-benar menyayanginya sehingga dia tidak mau membuat orang tuanya kecewa. Di samping itu anak harus tetap diberikan konsekuensi atas kebohongan yang dilakukannya, tetapi tetap orang tua tidak boleh memarahi anak melainkan memberi masukan-masukan positif pada anak dengan cara yang lembut. Hal ini sama yang dikemukakan oleh Dr Lee dalam sebuah blog bahwa “Orang tua yang menemukan anaknya berbohong, tidak boleh memperlakukan anak dengan buruk atau kasar, tetapi harus dijadikan sebagai momen mendidik”.
8.      Anak yang suka memakai barang orang lain tanpa permisi
Ini merupakan tipe anak yang kurang sopan. Hal ini bisa terjadi pada anak yang cenderung bebas dirumahnya (misalnya pada anak yang orang tuanya sering tidak di rumah).  Umpamanya ketika anak ingin menggambar tetapi pensilnya hilang di sekolah maka anak menyusup ke kamar kakaknya untuk membawa pensil milik kakaknya dan menggunakannya. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal seperti ini dimulai dari hal yang paling kecil. Misalnya saja adalah dengan mengajak anak untuk membeli alat tulis bersama-sama, misalkan membeli dua buah pensil. Satu untuknya dan satu untuk kita sebagai orang tua/kakaknya. Lalu ajaklah anak untuk menuliskan namanya di secarik kertas yang nantinya akan ditempelkan pada pensil tersebut. Setelah itu ajaklah anak menulis bersama-sama dengan pensil masing-masing yang sudah diberi nama. Dengan begitu anak merasa lebih mempunyai tanggung jawab atas barangnya sendiri sehingga ketika kita melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan (memakai barangnya tanpa izin) dia akan merasa tidak enak terhadap hal yang kita lakukan. Dari ketidak enakan yang dirasakannya itu maka dia akan sadar dan tidak akan lagi memakai barang orang lain tanpa izin baik itu di rumah maupun di sekolah.
9.      Anak yang suka berkelahi di kelas
Anak yang suka berkelahi di kelas merupakan anak yang destruktif karena membuat suasana kelas menjadi ribut. Anak seperti ini harus ditanya apa yang menjadi keinginannya sehingga dia membuat onar di kelas. Untuk beberapa kasus anak seperti ini harus dihukum agar dia jera, namun yang lebih efektifnya lagi adalah dengan menyalurkan emosinya ke arah yang lebih positif misalnya dengan memasukannya ke ekskul bela diri. Di ekskul bela diri tersebut emosi anak bisa disalurkan dengan tepat serta di ekskul bela diri tentunya diajarkan bahwa bela diri bukan digunakan untuk bermain-main dengan menghajar orang lain, melainkan bela diri itu digunakan untuk pertahanan diri. Selain itu anak seperti ini juga harus mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan bimibngan yang lebih dari orang tuanya. Karena berdasarkan studi, Gentile dan Bushman dalam Kumkum (2012) mengatakan ada enam faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi pengganggu atau bullying terhadap temannya. Keenam faktor tersebut adalah:
1.                      Kecenderungan permusuhan
2.                      Kurangnya perhatian
3.                      Gender sebagai laki-laki
4.                      Sejarah kekerasan (pengalaman dikasari oleh orang tua)
5.                      Sjarah perkelahian
6.                      Paparan kekerasan dari media
Pada poin ke enam tersebut sudah seharusnya orang tua mengawasi anaknya ketika sedang menonton tv karena khawatir anak akan meniru tindakkan yang dilakukan dari apa yang ditontonnya di televisi.
10.  Anak yang pendiam
Anak yang pendiam bisa jadi adalah anak yang pemalu, anak yang rendah diri, dan anak yang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya sehingga dia lebih cendrung menutup dirinya. Anak seperti ini dianalogikan seperti pintu yang hanya akan bunyi ketika di ketuk. Untuk mengatasi anak yang seperti ini maka upaya yang harus dilakukan orang tua atau guru yang pertama-tama adalah dengan membangun kepercayaan dalam dirinya. Seperti apa yang dikatakan Endang dan I Made (2010;90) dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Masa Kini bahwa salah satu potensi untuk dapat berinteraksi secara positif dengan lingkungan adalah rasa diri kompeten atau mampu.
 Dalam hal ini pendidik harus membantu dirinya sadar akan potensi yang dia miliki, setelah itu pendidik harus mengapresiasi potensinya dengan antusias sehingga dia merasa dia pun memiliki kemampuan seperti anak-anak lain dan lama kelamaan rasa rendah dirinya  itu akan terkikis. Selain itu orang tuanya juga harus mengajaknya sharing tentang hal-hal yang dialami anak pada hari itu. Tujuannya adalah agar anak terbiasa bercerita dan mengeluarkan pendapatnya. Terkadang untuk terbuka kepada orang tuanya anak akan sulit, maka dari itu orang tuanyalah yang harus berinisiatif mengajak anaknya sharing.
Alasan paling rasional, mengapa calon guru SD perlu mempelajari psikologi pendidikan
Lindgren (1968) mengatakan bahwa tujuan dari psikologi pendidikan adalah membantu guru-guru dan calon guru untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik terhadap pendidikan dan prosesnya. Sehingga dengan psikologi pendidikan diharapkan guru mampu mengajar anak dengan metode yang tepat, dalam situasi yang tepat, dan menciptakan suasana belajar yang tepat sesuai dengan perilaku anak didik demi kamajuan pendidikan itu sendiri.
Pendidik akan lebih terbuka terhadap perbedaan individu setelah mengatahui psikologi pendidikan. Pendidik akan menemukan metode belajar yang efektif sesuai dengan perilaku belajar masing-masing anak didiknya. Pendidik juga akan mampu mengevaluasi hasil belajar siswa dengan mengkaji motif dibalik prestasi atau kurangnya prestasi siswa dalam belajar. Psikologi juga akan mampu meningkatkan kemampuan pendidik dalam meneliti setiap anak didiknya sehingga pendidik dapat lebih peka terhadap setiap karakter anak didik, dan dari rasa peka terhadap karakter-karakter itulah pendidik dapat berpran serta dalam menangani setiap penyimpangan yang dilakukan anak didik. Semua itu pada akhirnya akan membantu guru SD dalam proses mengajar dan mendidik agar lebih berhasil serta pendidik pun dapat memenuhi empat kompetensi guru berkat mempelajari psikologi pendidikan.
Analisis Diri Terkait Kekurangan dan Kelebihan yang Akan mendukung Profesi sebagai Guru SD
Kekurangan saya adalah sifat moody saya dalam bekerja. Jika mood saya sedang bagus maka semangat saya cukup menggebu-gebu, namun jika mood saya sedang jelek maka biasanya hasil pekerjaan saya cukup baik namun tidak maksimal. Saya pun orangnya mudah panik, sehingga kurang tenang dalam menyikapi suatu masalah. Upaya yang saya lakukan untuk mengatasi semua itu salah satunya adalah dengan sering mendengarkan musik klasik. Musik klasik bermanfaat untuk relaksasi dan kecerdasan otak. Sehingga biasanya ketika mood saya sedang jelek dan merasa panik saya mendengarkan musik klasik dan memang itu cukup bisa membuat pikiran saya menjadi lebih tenang dan mood saya menjadi lebih baik kembali.
Kekurangan saya yang lain adalah saya kurang bisa melucu di depan anak-anak, selain itu juga saya kurang mahir menggambar. Namun saya yakin, untuk bisa menarik perhatian anak-anak caranya bukan hanya dengan melucu di depan mereka saja, sehingga saya lebih berpedoman untuk menjadi diri saya sendiri sebaik-baiknya dari yang bisa saya berikan kepada orang lain.
Kelebihan saya adalah saya cukup memiliki rasa percaya diri sehingga saya berani berbicara dihadapan banyak orang. Saya pun tipe orang yang adaptif, mudah menyesuaikan diri dengan berbagai tipe orang. Saya tipe orang yang mudah berkomunikasi. Saya juga orang yang selalu ingin tahu. Hobi saya adalah mengamati segala hal disekitar saya serta membuat hipotesis dari hasil pengmatan tersebut, meskipun tidak selalu saya informasikan kepada orang banyak dalam bentuk tulisan, namun setidaknya saya memberikan informasi bagi diri saya sendiri. Dari kepekaan dan seringnya saya mengamati, saya pun cukup bisa membaca karakter orang lain. Banyak karakter teman-teman yang sudah saya baca dan ketika dikonfirmasikan kepada mereka pernyataan saya tentang karakter mereka itu cukup akurat, sehingga saya rasa hal itu sangat berguna kedepannya dalam menunjuang profesi saya sebagai guru SD.
Saya memang tidak mahir menggambar, namun berkat ketidakmahiran tersebut saya selalu berpikir untuk mengkongkretkan materi  sehingga anak mudah mengerti. Saya kurang pandai menggambar namun saya bisa bermain alat musik seperti gitar dan recorder, sehingga suatu saat saya akan mengajarkan materi pada anak sambil bernyanyi diiringi alat musik. Lalu karena saya tipe orang yang kurang mahir menggambar maka saya akan mengajak anak untuk belajar di alam terbuka agar mereka tidak jenuh dan sebagai usaha mengkonkretkan materi pembelajaran seperti ketika saya akan menjelaskan tentang hewan saya akan mengajak mereka bermain ke kebun binatang atau belajar di taman sambil membawa gambar-gambar binatang hasil printan sambil melakukan games tentang cara binatang tersebut berjalan atau mencari makan misalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar