Senin, 29 Desember 2014

Resume Pembelajaran: Proses Inovasi Pendidikan



NAMA   : HAFNI
KELAS   : 2-A

PROSES INOVASI PENDIDIKAN

Diskusi hari ini, tanggal 08 Oktober 2013. Membahas tentang proses inovasi pendidikan yang didalamnya memuat pengertian proses inovasi pendidikan, beberpa model dari proses inovasi pendidikan, serta beberapa faktor yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan.
Dari hasil diskusi, saya menangkap bahwa proses inovasi pendidikan adalah serangkaian proses yang harus dilalui individu atau organsasi yang didalamnya mencakup tahapan-tahapan dari mulai individu/organisasi tersebut menyadari/tahu inovasi pendidikan sampai mengimplementasikan inovasi pendidikan tersebut.
Ada beberapa model dari proses inovasi pendidikan, ada yang berorientasi pada idividual, ada juga yang berorientasi pada individu.
Lalu ada juga faktor yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan, diantaranya:
1.    Faktor kegiatan belajar mengajar
2.    Faktor internal dan eksternal
3.    Sistem pendidikan (Pengelolaan dan pengawasan).
Dari materi yang sudah disampaikan oleh pemateri, ada beberapa pertanyaan yang ditanyakan. Pertanyaan pertama  dari sudara Lilis Susanti, yaitu “PLPG dan sertifikasi itu merupakan suatu inovasi dalam bidang pendidikan agar kualitas guru meningkat dan siap menerima inovasi besar, yaitu kurikulum 2013. Kondisi di lapangan saat ini, banyak guru-guru yang usianya sudah tidak muda lagi menjadi kebingungan sehingga kurang bertanggung jawab terhadap profesinya. Langkah prefentif dan tujuan apa yang harus kita lakukan sebagai mahasiswa PGSD untuk mensukseskan kurikulum 2013?
Saat itu, Nurul Islami sebagai pemateri menjawab bahwa “yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa adalah belajar tentang kurikulum 2013. Karena nanti kita sebagai mahasiswa PGSD akan menjadi tempat bertanya, lantas kalau sudah terjadi ya tetap saja harus dijalani”. Jadi menurut Nurul saat itu, sebagai mahasiswa kita tentunya harus belajar bersiap-siap untuk kurikulum 2013 nanti, karena kita nantinya bisa saja menjadi tempat bertanya guru-guru yang bingung tentang kurikulum 2013. Jika sudah terjadi kebingungan tentang kurikulum 2013, maka terpaksa harus dijalani saja, begitu katanya. Nurul pun saat itu mencontohkan dengan bercerita tentang ayahnya yang pada akhirnya meskipun sedikit bingung, namun tetap menjalankan kurikulum 2013 karena kurikulum 2013 tersebut sudah menjadi kebijakan pemerintah.
Ketika Nurul sudah mengemukakan pendapatnya, teman-teman masih ada yang belum puas dengan pernyataan Nurul. Namun saya rasa, apa yang Nurul katakan memang sudah benar, hanya saja itu masih belum dijelaskan atau dicontohkan lebih mendetail. Menanggapi hal tersebut pemateri menyerahkan kepada audiens, namun sayang karena tidak ada yang menambahkan dan saya teringat kepada diskusi semeter kemarin saat mata kuliah Landasan Pendidikan, karena sebetulnya pertanyaan ini hampir sama. Saya pun menambahkan jawaban.
 “Menurut saya, apa yang dikatakan Nurul tadi sudah benar hanya saja contohnya kurang terperinci. Ketika teman-teman masih penasaran tentang apa sih yang harus dilakukan oleh mahasiswa terkait dengan kurikulum 2013, bagaimana mensukseskan kurikulum 2013 ini, maka jawabannya adalah seperti pada mata kuliah Landasan Pendidikan semester kemarin. Saat itu dosen kita menggambar beberapa senjata tradisional, ada golok, ada celurit, ada keris, ada juga kujang. Dari senjata-senjata tersebut, beliau berkata senjata tersebut harus difungsikan sebagaimana mestinya sesuai dengan peranannya masing-masing. Pun dalam menghadapi kurikulum 2013 juga sama, yang harus kita lakukan adalah berbuat seoptimal mungkin sesuai dengan kapasitas dan kemampuan kita sebahai mahasiswa. Benar apa yang dikatakan Nurul, kita harus mempelajari tentang kurikulum 2013. Karena bisa saja nanti kita dibutuhkan, dipanggil oleh guru-guru sekolah dasar untuk mencontohkan aplikasi dari pembelajaran berbasis kurikulum 2013 ini di kelas.  Seperti kemarin, kita sudah cukup mengetahui tentang kurikulum 2013 ini dari mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia Kelas Tinggi, di mana kita sudah mulai menyusun RPP terpadu sesuai dengan kurikulum 2013. Nah, bisa jadi karena pengalaman kita ini nanti Insya Allah kita ditanyai oleh guru-guru SD yang sudah tua yang merasa kebingungan, sehingga meskipun dengan status kita sebagai mahasiswa, kita tetap bisa bermanfaat dan berbuat untuk mensukseskan kurikulum 2013 dengan cara dan kemampuan kita. Ada pun ketika kurikulum 2013 ini sudah terjadi, itu tidak banyak berdampak pada kita sebagai mahasiswa, jadi tugas kita mau itu kurikulum 2013 sudah diberlakukan atau belum tetap saja yang harus kita lakukan adalah belajar baik tentang teori maupun implementasi dari kurikulum 2013 ini”.
Selanjutnya pertanyaan kedua adalah dari Ai Linda Nurmalasari, yang bertanya terkait dengan tanda dari sikap terbuka terhadap Inovasi (Buku sumber halaman 50). Ai Linda bertanya, “Pada tanda dari sikap terbuka terhadap inovasi ini terdapat sikap skeptis (mempertanyakan inovasi), nah sikap mempertanyakan itu terjadi apakah setelah ada penyuluhan atau setelah ada implementasi dari inovasi tersebut?”.
Ayu Nurlawati, sebagai pemateri saat itu menjawab bahwa sikap itu terjadi setelah adanya penyuluhan. Contohnya katanya, pertanyaan itu bisa saja seperti menanyakan apa kelebihan dan kekurangan dari inovasi tersebut, manfaat inovasi tersebut, dan lain-lain.
Menurut saya, apa yang dikatakan Ayu sudah benar, namun contohnya kurang tepat. Sehingga pantas saja, saat itu juga setelah Ayu selesai berbicara, saudari Tira menyanggah dengan pertanyaan, “Kalau kelebihan dan kekurangan, serta manfaat inovasi tersebut ditanyakan setelah penyuluhan,maka di penyuluhan itu sendiri apa yang akan dibahas?”
Ketika itu saya kembali menambahkan, “Sebetulnya apa yang dikatakan Ayu saya setuju. Hanya contohnya kurang tepat. Namun saya yakin Ayu sendiri sudah faham betul mengenai apa itu penyuluhan. Jadi saya hanya meluruskan, apa yang Ayu katakan mengapa pertanyaan itu terjadi setelah penyuluhan, itu disebabkan karena dari adanya penyuluhan maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan, contohnya misalkan tentang bagaimana jika sebuah inovasi tersebut diterapkan apakah bermanfaat bagi dirinya atau tidak, dan lain-lain yang pasti pertanyaannya akan lebih mendetail, merincikan atau bersumber dari apa yang sudah disosialisasikan dalam penyuluhan sebelumnya. Misalkan saja contohnya seperti ketika kita diskusi, jika kita tidak mendengarkan pemateri saat beridskusi, maka kita tidak akan pernah tahu apa yang harus ditanyakan. Tapi ketika kita mendengarkan pemateri dan menyimak apa yang mereka paparkan maka akan timbul pertanyaan. Mungkin seperti itulah analoginya”.
Saat itu saya rasa masih banyak peluang lagi untuk teman-teman yang lain berpendapat, hanya sayangnya tidak ada lagi yang mengemukakan pendapatnya secara langsung.
Selanjutnya adalah pertanyaan dari Dewi Fathina, terkait dengan motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan, (buku sumber halaman 53 paragraf dua). Pertanyaan dari Dewi Fathina kurang lebih seperti ini, “Dari kedua motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan tersebut, apakah keduanya saling berkaitan? Jika salah satu dari motivasi tersebut kurang berjalan  maksimal, apakah akan menghambat proses inovasi pendidikan?”
Saat itu Nurjanah sebagai pemateri menjawab keduanya saling terkait erat. “Ya, keduanya saling terkait erat, seperti apa yang dikatakan pada buku bahwa antara lembaga pendidikan dan masyarakat tedapat hubungan erat yang saling mempengaruhi, sehingga jika salah satu tidak berjalan maksimal maka satunya lagi pun kurang berjalan”.
Ketika itu Tira Widianti menambahkan, “Iya keduanya memang saling terkait erat. Contohnya semakin maju zaman makan budaya semakin ditinggalkan. Hal tersebut menjadi masalah di masyarakat. Lalu, ketika sekolah mau memecahkan masalah tersebut, misalkan dalam proses pengajaran basa sunda dan lain-lain, tapi masyarakat tidak mau merespon atau memberikan dukungan, maka tidak akan terjadi proses inovasi”.
Apa yang Tira contohkan memang benar, hanya saja ada sedikit keganjalan. Jika masalah itu berasal dari masyarakat, dan sekolah mau membantu masyarkat memecahkan masalah tersebut, namun masyarkat tidak mau merespon, maka cukup aneh menurut saya. Seharusnya ketika masalah tersebut berasal dari masyarakat, maka masyarakat idealnya akan merespon pihak yang berusaha membantu memecahkan masalah (dalam hal ini pihak tersebut adalah sekolah). Maka menurut saya, jika seperti itu kasusnya, ketika masalah berasal dari masyarakat dan sekolah berusaha memecahkannya namun masyarakat tidak mau merespon, itu sebetulnya bukan tidak mau merespon, namun kurang komunikasi saja antara sekolah dan masyarakat terkait dengan inovasi pendidikan yang diciptakan.
Dalam Sa’ud (2008:53) dikatakan bahawa motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan jika dilacak biasanya bersumber pada dua hal, yaitu: (a) kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan kebutuhan masyarakat, dan (b) adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga pendidikan) untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Maka menurut saya memang kedua motivasi tersebut saling berkaitan dengan kaitan yang sangat erat. Hanya saja jika kedua motivasi tersebut terjadi, namun proses komunikasi inovasi tersebut kurang berjalan baik, maka hasil dari proses pengadaan inovasi tersebut pun akan kurang baik, bahkan bisa saja hasilnya tidak ada sama sekali.
Saya mencontohkan seperti ini, berdasarkan pengalaman saya mengikuti rapat orang tua di MI Assalam, tempat adik saya bersekolah, sebagaimana yang sering dikeluhkan masyarakat saat ini terutama kalangan orang tua, misalnya tentang kenakalan remaja, penggunaan narkoba, tawuran dan lain-lain, maka orang tua berharap agar dalam proses pendidikan aspek afektif lebih diperhatikan kembali oleh pihak sekolah. Dan hal itu dikatakan para orang tua saat mengadakan rapat orang tua sebagai rapat rutinan di akhir semester untuk perbaikan di semseter depan. Saat itu pihak sekolah menanggapi kebutuhan masyarakat (orangtua) dengan berencana mengadakan pelajaran etika sebagai ekstrakurikuler tambahan yang wajib diikut oleh siswa, namun pihak sekolah pun meminta kerja sama dari pihak masyarakat (orangtua) untuk turut serta mendidik anak-anaknya dalam beretika. Dan alhamdulillah ekstrakurikuler wajib itu sudah mulai terlaksana, dan orangtua sampai saat ini masih sering ada komunikasi dengan pihak sekolah. Jadi proses inovasi pendidikan itu berjalan karena adanya keterkaitan dan sikap saling mendukung antara lembaga pendidikan (sekolah) dan masyarakat (orangtua).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar