Remaja
VS Gadget
oleh Hafni Resa Az-Zahra
Gadget yang berupa
segala alat teknologi elektronik yang mampu menunjang pemerolehan informasi
sudah marak digunakan di masyarakat. Diantaranya adalah penggunaan smartphone seperti blackberry, android, i-phone,
netbook/laptop, tablet, dan sejensnya yang termasuk komputer generasi
keempat, kini hampir menjadi kebutuhan bagi setiap masyarakat terutama dari
kalangan ekonomi menengah ke atas. Mengapa demikian? Tentunya hal itu terjadi
karena masyarakat haus akan informasi dan hiburan, terutama dewasa ini terjadi
di kalangan remaja. Para remaja yang gejolak emosinya penuh dinamika, sedang
dalam fase pencarian jati diri, dan memiliki keinginan yang besar untuk
berekspresi, tentunya membutuhkan sebuah wadah untuk mereka mengaktualisasikan
dirinya. Oleh karena itu gadget hadir dengan segala kecanggihannya untuk
memenuhi kebutuhan para remaja.
Sebagaimana telah
diketahui sebelumnya bahwa aktualisasi diri menurut teori hierarki kebutuhan
Maslow ada dalam urutan tertinggi, maka tidak aneh jika kini di Indoensia
penggunaan gadget di kalangan remaja
semakin marak, karena ternyata selain dari gejolak dalam diri para remaja untuk
berekspresi, memang kebutuhan akan aktualisasi diri adalah salah satu kebutuhan
tertinggi manusia. Oleh karena itu kita bisa melihat bahkan mungkin merasakan
bersama bagaimana jadinya bila sehari saja remaja yang hidup di era digital ini
hidup tanpa gadget. Seperti seolah gadget adalah benda yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan keseharian, bahkan ketika hendak tidur dan bangun tidur
kebanyakan remaja saat ini bila disurvei ternyata benda yang mereka lihat
adalah gadget (smartphone) mereka.
Lalu pertanyaannya
apakah penggunaan gadget bagi remaja
itu buruk? Tentu tidak mutlak buruk, tetapi juga tidak selamanya baik. Pada
intinya baik atau tidaknya penggunaan segala sesuatu itu tergantung dari sudut
mana kita memandangnya.
Dilihat dari kaca mata
pendidikan, maka penggunaan gadget di
kalangan remaja dapat mendukung jalannya kegiatan pembelajaran. Melalui
kecanggihan teknologi yang terdapat dalam gadget
akan memudahkan para pelajar remaja memperoleh informasi, namun di sisi lain
kemudahan-kemudahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan
mendidik para pelajar ke arah yang justru cenderung kurang baik jika remaja
pengguna gadget tersebut kurang
bertanggung jawab dalam menggunakannya serta ketika mereka menggunakan gadget tidak dengan menggunakan
kesadaran yang pada akhirnya justru mereka diperbudak oleh gadget. Bagaimana contohnya kita pun sudah tidak merasa aneh lagi
ketika mendengar kata ‘autis’ yang kini bukan merujuk pada definisi autis yang
sebenarnya melainkan kiasan untuk mendefinisikan mereka yang lebih merasa asyik
bersama gadgetnya ketika sedang
berada di tengah-tengah kelompoknya.
Disadari atau tidak,
selain berdampak pada adanya autisme, gadget
juga telah mendoktrin masyarakat untuk menjadi masyarakat ekstrovert yang mengshow-up
segala masalahanya ke luar melalui media sosial internet. Sehingga masyarakat
cenderung lebih banyak menerima informasi yang berjenis subjective informations daripada objective informations, karena informasi yang diterima lebih banyak
berkaitan dengan ekpresi emosi dan perasaan manusia dibandingkan dengan
informasi-informasi logis. Dengan adanya ruang untuk update status di media
sosial maka masyarakat tertarik untuk menceritakan segala masalahnya,
perasaannya, hingga akhirnya lama-lama ketertarikan yang berulang tersebut
menjadi sebuah kebiasaan dan budaya.
Kemudian disadari atau
tidak pengaruh gadget telah membuat masyarakat menjadi malas dan kurang
terampil. Contohnya saja karena adanya laptop dan aplikasi MS. Word masyarakat
lebih tertarik untuk membuat tulisan dengan menggunakan laptop (diketik)
daripada menulis dengan menggunakan tulis tangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar