Rabu, 17 Desember 2014

Mengubah Haluan Masyarakat dari Prainformasional Menjadi Informasional



Mengubah Haluan Masyarakat dari Prainformasional Menjadi Informasional
oleh Hafni Resa Az-Zahra

 Ada sebuah pertanyaan tentang bagaimana caranya mengubah masyarakat prainformasional menjadi masyarakat informasional. Sebelum menguraikan bagaimana caranya mengubah masyarakat prainformasional menjadi masyarakat informasional, hal yang pertama harus diketahui adalah apa yang dimaksud dengan masyarakat prainformasional dan informasional, bagaimana ciri atau sebabnya, barulah masuk kepada bagaimana solusinya.
Masyarakat prainformasional adalah masyarakat yang masih dikatakan tertinggal dalam informasi. Mengapa demikian? Karena masyarakat prainformasinal hanya mencari dan mengolah informasi secara tradisonal, sehingga informasi yang mereka dapatkan sangat terbatas. Tradisional di sini artinya masyarakat hanya mendapat informasi berdasarkan pengalaman mereka secara langsung tanpa bantuan dari teknologi infomrasi.
Apa yang terjadi pada masyarakat prainformasional ini berbanding terbalik dengan masyarakat informasional. Masyarakat informasional dapat dikatakan sebagai masyarakat yang sudah ‘melek’ informasi dan informasi yang didapat bukanlah hanya berdasarkan dari satu sumber atau melalui pengalaman secara langsung, melainkan masyarakat informasional sudah melibatkan teknologi dalam mencari dan mengolah informasi. Maka dari itu masyarakat informasional memiliki informasi yang luas, tidak terbatas. Mereka menggunakan teknologi untuk memudahkan, mempercepat, dan memperbanyak informasi.
Mengapa bisa terjadi perbedaan antara masyarakat prainformasional dengan masyarakat informasional? Perbedaan tersebut bisa terletak pada kebudayaan, karakter, pola hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang bersangkutan.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang tinggal di wilayah tertentu, terikat oleh kebudayaan dan aturan, dan saling berinteraksi dalam jangka waktu yang relatif lama. Ada kemungkinan masyarakat prainformasional memperoleh informasi yang minim serta kurang kritis dalam mengolah informasi dikarenakan mereka terikat oleh kebudayaan dan aturan dalam masyarakat tersebut. Misalnya saja yang terjadi pada masyarakat suku Baduy di Banten. Mereka yang sangat bergantung pada alam dan ‘mendewakan’ alam kurang memberikan respon yang positif terhadap perubahan. Mereka menganggap segala bentuk perubahan akan mengganggu kestabilan alam. Termasuk dalam hal teknologi informasi, mereka cenderung tertutup untuk menerima perubahan dalam teknologi informasi.
Namun demikian, seiring berjalannya globalisasi, perubahan adalah sebuah keniscayaan. Pasti terjadi meski hal itu memerlukan waktu yang relatif lama. Maka untuk mengubah masyarakat prainformasional menjadi informasional jika penyebabnya adalah aturan dan kebudayaan suatu masyarakat yang sangat mengikat, diperlukan usaha yang sabar dan terencana. Sabar dalam artian tidak terburu-buru dalam memperkenalkan teknologi informasi kepada masyarakat yang bersangkutan. Diperlukan agen perubahan yang benar-benar mampu memahami kondisi masyarakat dan dapat diterima oleh masyarakat (dipercaya masyarakat) sebelum inovasi dalam bidang teknologi informasi dikenalkan pada masyarakat. Sementara terencana berarti inovasi yang akan dikenalkan harus melalui perencanaan yang matang. Memperhitungkan bagaimana dampaknya, pendekatan apa yang akan digunakan, mengapa masyarakat tersebut yang awalnya prainformasional harus diubah ke masyarakat informasional, dengan cara bagaimana, dll.
Tidak jauh beda antara masyarakat prainformasional yang disebabkan karena aturan dan budaya  dengan masyarakat prainformasional yang disebabkan oleh karakter masyarakat tersebut. Keduanya sama-sama memiliki kekuatan dalam mempertahankan ciri khas masyarakat mereka. Namun perbedaannya terletak pada sisi ‘ego’. Jika masyarakat prainformasional tersebut disebabkan karena aturan dan budaya, maka mereka tidak bisa bersikap apa-apa lagi dalam menyikapi perubahan selain menolaknya atau menghambat perubahan tersebut agar tidak masuk dengan cepat. Tapi jika masyarakat prainformasional tersebut disebabkan karena karakter masyarakat yang bersangkutan, misalnya saja karakter mereka keras, tidak mudah percaya pada orang baru, etnosentris, dan lain-lain, itu akan lebih mudah dipengaruhi oleh agen perubahan agar mau menerima perubahan dalam teknologi informasi. Mengapa bisa seperti itu? Karena dalam hal ini tidak adanya budaya dan aturan yang mengikat masyarakat untuk mempertahankan nilai dan norma serta hal apapun itu yang telah mereka anggap benar.
Selanjutnya adalah masyarakat prainformasional yang disebabkan oleh pola hidup atau kebiasaan. Itu merupakan bentuk kebiasaan yang berawal dari kurangnya pengetahuan masyarakat akan hal-hal yang realistis. Sekelompok masyarakat terbentuk menjadi masyarakat yang prainformasional disebabkan bukan karena tidak adanya teknologi informasi dan segala inovasinya yang memasuki wilayah kehidupan mereka, melainkan pola hidup dan kebiasaan mereka yang masih tradisional yang pada akhirnya membentuk mereka menjadi masyarakat prainformasional.
Sebagian besar masyarakat tradisional belum memiliki sudut pandang yang kritis. Dahulu ketika ilmu pengetahuan belum berkembang bahkan masih ada sampai sekarang sebuah kondisi di mana masyarakat menerjemahkan segala seusuatu yang terjadi melalui paradigma yang tidak berdasarkan pada keilmuan. Apa contohnya? Adalah mitos, sebuah jawaban untuk rasa keingintahuan masyarakat pada zamannya. Ketika rasa ingin tahu manusia terus bertambah sementara penalaran mereka terbatas dalam menerjemahkan sesuatu, maka mereka akan percaya pada mitos yang sebenarnya bersumber dari imajinasi seseorang kemudian memasyarakat lewat cerita dari mulut ke mulut. Mitos tersebut dapat diterima masyarakat karena memang pada zamannya hanya penjelasan dari mitoslah yang mendekati pada kebenaran meskipun belum tentu itu merupakan kebenaran yang hakiki. Disadari atau tidak, pola kehidupan yang memercayai mitos seperti itu dan pola penyampaian berita, cerita, informasi dari mulut ke mulut tersebut menjadi kebiasaan yang bahkan sampai saat ini masih sulit dihilangkan di beberapa daerah padahal ilmu pengetahuan dan teknologi juga sudah masuk dan berkembang di daerahnya. Dengan situasi seperti itu maka tentu masyarakat menjadi kurang selektif terhadap informasi. Mereka hanya akan puas pada satu jawaban/informasi saja tanpa mau memperbanyak referensi yang akhirnya jadilah mereka masyarakat prainformasional. Untuk mengatasinya dibutuhkan sebuah upaya yang mampu membuat masyarakat melek akan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi. Setalah itu dijelaskan pula kepada masyarakat akan kebenaran informasi yang bersumber dari ilmu pengetahuan dan teknologi itu dengan bahasa yang mudah dicerna masyarakat dan masyarakat diminta untuk membandingkannya sendiri dengan beberapa informasi lain yang mereka terima. Tindakkan konkretnya bisa saja dengan membuat majalah dinding (mading) yang berisi rubrik-rubrik informasi yang bersumber dari internet di lingkungan RW oleh para pemuda RW tersebut, atau dengan mengadakan pelatihan komputer dan penyuluhan internet masuk desa. Dengan demikian perlahan-lahan masyarakat tersebut akan lebih tergugah untuk berubah dari masyarakat prainformasional menjadi masyarakat informasional. Intinya ajaklah dahulu masyarakat agar bisa berpikir berdasarkan penalaran dan logika, bukan hanya puas pada jawaban hasil imajinasi semata karena itu merupakan jembatan untuk membuat masyarakat prainformasional menjadi masyarakat informasional.
Selanjutnya adalah upaya mengubah masyarakat prainformasional menjadi masyarakat informasional melalui pendidikan. Ini akan terjadi pada masyarakat yang sudah mau menerima ilmu pengetahuan dan teknlogi namun belum benar-benar dikatakan ‘melek’ terhadap ilmu pengatahuan dan teknologi tersebut yang dampaknya pencarian dan pengolahan informasi belum berasal dari banyaknya sumber referensi yang di dapat berdasarkan bantuan teknologi informasi.
Melalui program pendidikan dan pembelajaran, maka masyarakat informasional ini dapat dibentuk. Caranya dengan membiasakan pendidik dan peserta didik untuk mencari serta mengolah bahan ajar dan sumber belajar melalui teknologi informasi, juga menjadikan teknologi informasi sebagai media dalam kegiatan belajar mengajar. Contohnya seperti pengajaran berbasis komputer dan internet, tugas-tugas studi literatur dari internet, tugas analisis dari berbagai sumber internet, dan lain-lain yang mampu membuat guru dan siswa lebih kritis lagi dalam mencari dan mengolah informasi. Contoh lain adalah dengan adanya program turnitin yang mampu mendeteksi tingkat plagiarisme sebuah tugas, ini akan mendorong peserta didik untuk lebih selektif dalam memilih informasi, mencari referensi sebanyak-banyaknya namun mengolahnya secara bijak dan menyikapi mana referensi yang paling benar yang dapat digunakan tanpa adanya plagiarisme. Dengan demikian perlahan-lahan budaya masyarakat prainformasional dapat diubah menjadi budaya masyarakat informasional karena siswa/mahasiswa diajak oleh guru/dosennya untuk mencari, mengolah, dan bersikap kritis terhadap informasi yang diperolehnya melalui teknologi informasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar